Oleh: Dr. (Cand) M. Irvanni Bahri, S.E., M.Si*)
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) telah menjadi bagian integral dari sistem keuangan global dan telah mendapatkan pengakuan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Di Provinsi Aceh, yang dikenal sebagai “Daerah Istimewa” di Indonesia dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, resonansi LKS menjadi lebih kuat dan relevan.
LKS adalah lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang melarang riba (bunga), spekulasi, dan investasi dalam aktivitas yang dianggap haram. Prinsip-prinsip ini mendasari produk dan layanan LKS, termasuk pembiayaan tanpa bunga, akad bagi hasil, dan investasi yang sesuai dengan etika Islam.
Salah satu latar belakang penting pendirian LKS di Aceh adalah keinginan untuk memberikan alternatif yang sesuai dengan nilai-nilai agama bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam sistem keuangan. Prinsip-prinsip syariah melarang riba (bunga), spekulasi, dan transaksi yang tidak jelas, serta mendorong pemerataan kekayaan dan keadilan sosial.
Oleh karena itu, LKS di Aceh didirikan untuk menyediakan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti pembiayaan mikro, pembiayaan rumah, pembiayaan usaha kecil, dan investasi yang halal.
Selain itu, Aceh memiliki sejarah yang kaya sebagai pusat perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Sejak zaman dahulu, Aceh telah menjadi titik pertemuan budaya dan perdagangan antara Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara.
Perdagangan yang dilakukan didasarkan pada prinsip-prinsip syariah, yang mempengaruhi perkembangan sistem keuangan di Aceh. LKS di Aceh mengambil inspirasi dari tradisi dan nilai-nilai perdagangan syariah tersebut, sehingga memperkuat keberadaan lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Seiring dengan perkembangan ekonomi global, industri keuangan syariah menjadi semakin penting di tingkat nasional maupun internasional. Pemerintah Indonesia dan dunia internasional telah mengakui potensi dan pertumbuhan yang pesat dalam industri ini.
Melalui LKS di Aceh, provinsi ini dapat berperan sebagai pusat pengembangan ekonomi syariah, menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Aceh, sebagai daerah dengan mayoritas penduduk yang memeluk agama Islam, memiliki resonansi yang kuat terhadap LKS. Masyarakat Aceh cenderung mengutamakan kepatuhan terhadap nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka, termasuk dalam aspek keuangan.
Oleh karena itu, ada permintaan yang signifikan untuk produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Resonansi LKS di Aceh tercermin dalam pertumbuhan yang pesat dari lembaga-lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, perusahaan asuransi syariah, dan lembaga pembiayaan syariah.
Kehadiran LKS di Aceh telah memberikan alternatif yang beretika bagi masyarakat Aceh dalam memenuhi kebutuhan keuangan mereka. Lebih dari itu, LKS juga membantu meningkatkan inklusi keuangan di Aceh dengan menyediakan akses ke layanan keuangan bagi mereka yang sebelumnya tidak terlayani oleh lembaga keuangan konvensional.
Dilema dalam Resonansi Lembaga Keuangan Syariah di Aceh
Namun, di tengah resonansi yang positif, terdapat dilema yang harus dihadapi LKS di Aceh. Pertama, ada tantangan dalam mengedukasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat Aceh tentang prinsip-prinsip keuangan syariah.
Meskipun tingkat kesadaran masyarakat meningkat, masih ada kekurangan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana LKS bekerja dan manfaatnya bagi masyarakat. Dilema kedua adalah adanya ketegangan antara kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah dan persaingan dengan lembaga keuangan konvensional. LKS di Aceh perlu memastikan bahwa mereka tetap mematuhi prinsip-prinsip syariah dalam operasi mereka, sambil tetap bersaing dengan lembaga keuangan konvensional yang telah mapan di pasar. Dilema ketiga adalah keberlanjutan dan pertumbuhan LKS di Aceh.
Lahirnya Qanun LKS di Aceh telah menimbulkan fenomena sosial, termasuk potensi ketidakadilan ekonomi, penghambatan pertumbuhan ekonomi, keterbatasan akses keuangan, ketidakpastian hukum, dan dampak terhadap multikulturalisme dan toleransi.
Dari analisis yang saya lakukan terdapat lima problem yang sering dihadapi oleh LKS di Aceh, yang pertama Kesadaran dan Pemahaman Masyarakat: Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh perbankan syariah di Aceh adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang prinsip-prinsip perbankan syariah.
Meskipun tingkat kesadaran telah meningkat, masih ada kekurangan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana perbankan syariah bekerja dan manfaatnya bagi masyarakat. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan perbankan syariah di Aceh. Problem (kedua) adalah Kurangnya Infrastruktur dan Riset yang Memadai: Untuk mendukung pertumbuhan perbankan syariah, diperlukan infrastruktur yang memadai, termasuk sistem teknologi informasi yang canggih dan layanan perbankan yang efisien.
Selain itu, kurangnya riset yang mendalam tentang perbankan syariah di Aceh juga menjadi masalah. Riset yang komprehensif tentang preferensi dan kebutuhan masyarakat Aceh terkait perbankan syariah dapat membantu perbankan syariah dalam mengembangkan produk dan layanan yang relevan. Problem (ketiga) adalah Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang Terampil: Keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai tentang perbankan syariah juga menjadi masalah.
Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang terampil dalam bidang perbankan syariah sangat penting untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan oleh perbankan syariah di Aceh. Problem (keempat) adalah Persaingan dengan Perbankan Konvensional: Perbankan syariah di Aceh juga menghadapi persaingan yang ketat dengan perbankan konvensional yang telah mapan di pasar.
Beberapa masyarakat Aceh mungkin lebih memilih perbankan konvensional karena pemahaman yang kurang tentang perbankan syariah atau karena keterbatasan produk dan layanan yang ditawarkan oleh perbankan syariah. Problem (kelima) adalah Regulasi dan Kebijakan yang Mendukung: Penting bagi pemerintah daerah untuk menciptakan regulasi dan kebijakan yang mendukung perkembangan perbankan syariah di Aceh. Kebijakan yang jelas dan dukungan yang kuat dari pemerintah akan membantu mengatasi hambatan dan mendorong pertumbuhan perbankan syariah di Aceh.
Maka dari itu, untuk dapat bertahan dan tumbuh, LKS memerlukan infrastruktur yang memadai, sumber daya manusia yang terampil, dan regulasi yang jelas dan mendukung. Tantangan ini perlu diatasi agar LKS dapat terus berkembang dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Aceh.
Polemik Kembalinya Bank Konvensional
Polemik mengenai masuknya bank konvensional kembali di Aceh memunculkan perdebatan yang kompleks dan beragam pandangan di masyarakat. Aceh, sebagai provinsi yang dikenal dengan budaya dan hukum syariah yang kuat, telah memberlakukan larangan terhadap praktik perbankan konvensional sejak diberlakukannya hukum syariah pada tahun 2001.
Namun, pada tahun 2023 ini, perdebatan tersebut memasuki babak baru terlebih pernyataan ketua DPRA beberapa hari lalu dengan memberi usulan untuk mengizinkan bank konvensional beroperasi di Aceh. Polemic tersebut, bermula saat erornya system pada Bank Syariah Indonesia (BSI) yang mengakibatkan terjadinya kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Sebagai pimpinan wakil rakyat, harus percaya bahwa mempertahankan bank syariah sebagai satu-satunya pilihan perbankan di Aceh yang dapat membantu memperluas akses terhadap layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Aceh tanpa harus melibatkan praktik riba, dengan demikian Aceh dapat menjaga pendirian pada penerapan syari’at Islam secara penuh terutama dalam industri keuangan.
Ungkapan ketua DPRA terkait masalah ini dapat dipandang dari beberapa sudut pandang. Pertama-tama, pendukung kembalinya bank konvensional berpendapat bahwa dengan membuka pintu bagi bank konvensional, akan terjadi peningkatan akses ke layanan keuangan yang lebih luas di Aceh.
Hal ini dianggap penting untuk mempercepat pembangunan ekonomi di provinsi tersebut. Dalam konteks globalisasi dan modernisasi, memiliki akses ke berbagai instrumen keuangan seperti kartu kredit, pinjaman, dan produk investasi konvensional, dianggap sebagai langkah maju yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan menarik investasi asing.
Selain itu, pendukung juga berpendapat bahwa dengan hadirnya bank konvensional, akan tercipta persaingan yang sehat di sektor perbankan. Persaingan ini dapat mendorong bank syariah untuk menjadi lebih efisien dan inovatif dalam menyediakan produk dan layanan yang lebih baik kepada nasabahnya. Dengan demikian, masyarakat Aceh akan mendapatkan manfaat dari peningkatan pelayanan perbankan secara keseluruhan.
Di sisi lain, ada juga pendapat yang menentang kembalinya bank konvensional di Aceh. Para penentang berpendapat bahwa hal ini akan melanggar prinsip-prinsip syariah yang dianut oleh mayoritas masyarakat Aceh. Mereka berargumen bahwa membuka pintu bagi bank konvensional akan mengakibatkan masyarakat Aceh terjerumus dalam praktik riba, yang dianggap haram dalam ajaran Islam.
Selain itu, keberadaan bank konvensional juga dapat mengancam eksistensi bank syariah yang sudah beroperasi di Aceh dan mendorong transisi ke model perbankan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai syariah. Penentang juga mengkhawatirkan dampak sosial dan budaya yang mungkin terjadi akibat kehadiran bank konvensional. Aceh, sebagai wilayah dengan kearifan lokal yang khas, memiliki nilai-nilai tradisional yang kuat.
Mereka mengkhawatirkan bahwa dengan adanya bank konvensional, akan terjadi perubahan dalam pola konsumsi dan perilaku masyarakat, yang dapat mengganggu keselarasan budaya dan identitas Aceh.
Rencana Revisi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018
Mencuapnya kembali rencana revisi Qanun LKS memiliki dampak yang signifikan terhadap industri perbankan syariah dan masyarakat di Aceh. Sejak disahkannya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018, telah menggambarkan adanya permintaan yang kuat dan relevan dari masyarakat untuk produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Meskipun adanya dilema yang harus dihadapi, dengan upaya edukasi, kerjasama, dan dukungan dari pemerintah dan pemangku kepentingan, LKS di Aceh dapat terus tumbuh dan memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat. Pengembangan LKS yang berkelanjutan dan inklusif di Aceh akan membantu memperkuat ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Revisi Qanun LKS di Aceh merupakan langkah yang tepat dalam mengatasi polemik dan mengarahkan perbankan syariah ke pertumbuhan yang berkelanjutan di daerah tersebut. Revisi ini akan memberikan kepastian hukum, mengakomodasi perkembangan industri, memperkuat perlindungan konsumen, mendorong keadilan dan kesetaraan, serta melibatkan pemangku kepentingan terkait.
Dengan adanya regulasi yang jelas dan kuat, Aceh dapat memperkuat posisinya sebagai pusat perbankan syariah yang berkembang dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Beberapa dampak yang mungkin terjadi sebagai akibat dari revisi tersebut: yang (pertama) Perubahan dalam Regulasi dan Kebijakan: Revisi Qanun LKS dapat menghasilkan perubahan dalam regulasi dan kebijakan perbankan syariah di Aceh. Hal ini dapat mempengaruhi cara operasional Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan persyaratan yang harus dipenuhi. Dampaknya bisa positif jika revisi tersebut memperbaiki kerangka regulasi dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan industri perbankan syariah. Namun, dampaknya juga bisa negatif jika revisi tersebut membatasi atau mempersulit operasional LKS, yang dapat menghambat pertumbuhan dan keberlanjutan perbankan syariah di Aceh.
(Kedua) Pengaruh Terhadap Investasi: Revisi Qanun LKS dapat mempengaruhi kepercayaan investor terhadap industri perbankan syariah di Aceh. Jika revisi tersebut menciptakan regulasi yang lebih baik dan memberikan perlindungan hukum yang kuat, maka dapat meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor perbankan syariah. Namun, jika revisi tersebut menciptakan ketidakpastian atau menghambat pertumbuhan industri, maka dapat mengurangi minat investor dan mempengaruhi aliran investasi ke Aceh.
(Ketiga) Dampak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Perbankan syariah memiliki potensi besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan di Aceh. Revisi Qanun LKS yang baik dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi perkembangan industri perbankan syariah. Ini dapat mendorong peningkatan akses ke layanan keuangan syariah, pembiayaan usaha mikro dan kecil, serta memperkuat sektor ekonomi riil di Aceh. Namun, jika revisi tersebut membatasi pertumbuhan industri atau menciptakan ketidakpastian, dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah dan mengurangi manfaat yang dapat diperoleh dari perbankan syariah.
(Keempat) Dampak Sosial dan Budaya: Revisi Qanun LKS dapat memiliki dampak sosial dan budaya di Aceh. Revisi yang tidak mempertimbangkan aspek sosial dan budaya masyarakat Aceh dapat menciptakan ketegangan dan kontroversi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa revisi tersebut menghormati nilai-nilai lokal dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat Aceh. []
*) Penulis adalah Mahasiswa Doktoral Universitas Airlangga dan Akademisi STAI Aceh Tamiang
Rubrik opini pembaca Mediasatunews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.