Mercusuar Willem’s Torrent III, Situs Sejarah Peninggalan Belanda

Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal saat berkunjung ke Mercusuar Willem's Torrent III. (Foto: AGS)

MEDIASATUNEWS.COM – Mercusuar Willem’s Torrent III, berdiri kokoh di ujung Desa Meulingge, Pulau Breueh, Kecamatan Pulo Aceh, Aceh Besar. Mercusuar ini adalah peninggalan Belanda yang berusia ratusan tahun dan hanya ada tiga di dunia.

Mercusuar ini dibangun pada tahun 1875 di hutan Meulingge yang menghadap ke Samudera Hindia.

Untuk mencapai lokasi ini, pengunjung dapat menuju ke Pulau Breueh menggunakan kapal nelayan dari Banda Aceh dengan biaya sebesar Rp30.000 per penumpang. Setelah tiba di pelabuhan Pulau Breueh, wisatawan dapat melanjutkan perjalanan ke mercusuar dengan kendaraan roda dua atau empat.

Namun, jalanan ke sana penuh dengan tantangan seperti tanjakan dan turunan, serta beberapa titik jalan yang longsor dan ambles sehingga pengguna jalan harus berhati-hati.

Namun, sepanjang perjalanan, traveler dapat menikmati indahnya beberapa pantai pasir putih yang ada di Pulau Breueh. Jalanan menuju ke mercusuar telah beraspal dan hanya sekitar 200 meter yang masih berbatu ketika masuk ke gerbang menara suar.

Ketika tiba di mercusuar, traveler dapat melihat menara suar setinggi 85 meter yang berdiri kokoh meski sudah berusia ratusan tahun. Mercusuar berkelir merah dan putih dengan satu pintu terbuat dari besi dan beberapa anak tangga. Wisatawan diperbolehkan masuk hingga ke puncak menara suar, namun harus menapaki 167 anak tangga terlebih dahulu.

Ketika berada di dalam menara suar berarsitektur Belanda, pengunjung akan disambut dengan anak tangga terbuat dari besi. Mercusuar berlantai tujuh ini memiliki dinding dengan ketebalan sekitar satu meter.

Dari puncak mercusuar, para wisatawan dapat melihat Pulau Weh dan Pulau Rondo serta kapal-kapal yang berlayar di zona ekonomi eksklusif (ZEE). Selain itu, para wisatawan juga dapat menikmati angin laut yang menenangkan dan melihat keindahan Pulau Breueh dari ketinggian.

Di atas puncak menara suar juga terdapat ruang kaca yang berisi dua lampu. Namun, satu lampu berukuran besar sudah tidak menyala. “Sekarang hanya lampu yang ukuran lebih kecil ini yang nyala. Lampu suar ini sebagai penanda daratan bagi kapal-kapal yang melintas di ZEE,” kata seorang warga Pulau Breueh, Tomi, Kamis (3/3/2023).

Kepal Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Almuniza, mengatakan, potensi Pulau Breueh dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan pariwisata di Aceh. Terlebih lagi, pulau ini merupakan salah satu destinasi wisata bahari yang menarik dan eksotis di wilayah Aceh.

Selain memiliki mercusuar yang menjadi salah satu peninggalan sejarah Belanda di Aceh, Pulau Breueh juga memiliki pantai-pantai yang indah dengan pasir putih yang sangat memukau. Pulau ini juga memiliki beragam spot snorkeling dan diving yang menarik.

Dengan segala potensi yang dimilikinya, Almuniza berharap Pulau Breueh dapat menjadi destinasi wisata bahari yang populer di Aceh. Ia juga mengajak para wisatawan untuk mengunjungi Mercusuar Willem’s Torrent III yang menjadi ikon Pulau Breueh.

“William Torrent adalah salah satu bangunan yang wajib dikunjungi di Pulau Breueh. Dan ini adalah satu di antara tiga peninggalan atau pun tiga mercusuar yang ada di dunia. Salah satunya ada di Aceh, dua lagi di Eropa,” kata Almuniza.

“Untuk semua rekan-rekan yang ada di Nusantara terutama anak muda Aceh saya pikir kalian wajib datang ke William Torrent karena di sini membuktikan sejarah Aceh dan keindahan Aceh salah satu bisa dinikmati di ketinggian ini,” jelas Almuniza.

Mercusuar Willem’s Torrent III sendiri dibangun pada tahun 1875 oleh Belanda. Mercusuar ini dibangun dengan tujuan untuk menandai wilayah daratan bagi kapal-kapal yang melintas di zona ekonomi eksklusif (ZEE) di Samudera Hindia.

Meskipun akses menuju mercusuar masih terbilang sulit dengan jalan yang berkelok-kelok dan berbatu, namun pengalaman dan keindahan yang ditawarkan oleh mercusuar ini pasti akan sangat berharga bagi para wisatawan yang mencari pengalaman wisata yang berbeda.

Dikutip dari berbagai sumber, Mercusuar yang dibangun di sana mengadopsi nama sang raja yang menguasai Luksemburg (1817-1890), yakni Willem Alexander Paul Frederik Lodewijk. Menara dibangun dalam kompleks seluas 20 hektare. Di sana juga masih bangunan peninggalan Belanda lainnya.

Selama memerintah, Willem disebut banyak berperan membangun ekonomi dan infrastruktur di wilayah Hindia Belanda, termasuk Pulo Aceh. Willem membangun mercusuar ini sebagai usaha menyiapkan Sabang sebagai salah satu Pelabuhan transit di Selat Malaka. (ADV)