BANDA ACEH – Komisi Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menggelar rapat pembahasan nasib agenda Sosialisasi Rancangan Qanun, yang saat ini telah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2023. Rapat tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR Aceh, Yahdi Hasan di ruang rapat komisi, Senin, 3 Oktober 2022 siang.
Ikut serta dalam rapat tersebut anggota Komisi I DPR Aceh Irawan Abdullah, Taufik, Tezar Azwar, Attarmizi Hamid, Nuraini Maida, Nora Idah Nita, dan Wahyu Wahab Usman.
Rapat ini juga dihadiri Sekwan Suhaimi, Kabag Persidangan dan Perundang-undangan Khudri, S.Ag.,M.Ag, Kabag Biro Hukum Pemerintah Aceh Muhammad Junaidi, Kabag Otda Restu Andi Surya, dan Kasubbag KPU DPR Aceh Miftalahuddin.
Dalam rapat tersebut, Kabag Persidangan dan Perundang-Undangan, Khudri, menyampaikan ihwal agenda Sosialisasi Rancangan Qanun dan Pergub tersebut masuk ke dalam APBA 2023. “Sekretariat DPRA tahun 2022 untuk menganggarkan biaya untuk sosialisasi peraturan perundangan, yaitu Sosper. Kami anggarkan biaya tersebit di dalam APBA 2022,” ungkap Khudri.
Namun, dalam perjalanan, biaya Sosper tersebut berubah namanya menjadi Sosialisasi Rancangan Qanun. Kegiatan tersebut digelar selama tiga kali per anggota DPR Aceh itu sudah termasuk biaya kegiatan.
Perubahan nama Sosper menjadi Sosialisasi Rancangan Qanun itu merujuk pada contoh kasus beberapa daerah, di Indonesia. Menurut Khudri ada beberapa provinsi lain di luar Aceh yang menerapkan agenda sosialisasi peraturan daerah tersebut. Diantaranya Banten, DKI Jakarta dan Sumatera Utara.
“Sumatera Utara dan DKI Jakarta melaksanakan sosialisasi perundang-undangan tersebut tanpa ada Pergub. Jadi mereka tidak menuangkan kegiatan tersebut ke dalam Pergub, tetapi menggantikan dengan Kep Pimpinan dan Kep Gub,” ungkap Khudri.
Sebelumnya, kata Khudri, pihak Sekretariat Dewan bersama sekretariat daerah provinsi pernah merancang Pergub untuk agenda Sosialisasi Qanun itu. Namun, menurutnya Pergub tersebut ditolak oleh Kemendagri.
“Jadi kita pernah juga melakukan sosialisasi ke Kemendagri yang dihadiri Ustadz Irawan Abdullah, pak Attarmizi, dan juga Sekwan. Memang terjadi sedikit perdebatan di Kemendagri waktu itu dengan pihak Kemendagri,” kisah Khudri.
Perdebatan tersebut muncul setelah diketahui adanya beberapa daerah yang diperbolehkan melaksanakan sosialisasi peraturan daerah. Namun, menurut jawaban pihak Kemendagri ada beberapa daerah yang melaksanakan sosialisasi tersebut berada di luar tanggung jawab pihak mereka.
“Sumatera Utara dan DKI itu diluar tanggung jawab Kemendagri apabila ada temuan,” kata Khudri.
Dari penuturan Khudri menutip keterangan Kemendagri, apa yang dilakukan DKI dan Sumut merupakan kewenangan daerah yang tidak dapat persetujuan dari Kemendagri. “Jadi kalau Aceh mau melaksanakan, ya kami tidak tahu,” kata Khudri mengutip kata-kata pejabat di Kemendagri.
Kemudian dari diskusi antara pihak Pemerintah Aceh dengan Kemendagri akhirnya terungkap bahwa Banten juga pernah melaksanakan sosialisasi serupa. Namun, dari keterangan pihak Kemendagri, sosialisasi tersebut masuk dalam peraturan perundang-undangan.
“Dari hasil diskusi itulah kemudian kami meminta Panja Perubahan Tatib untuk mengubah Tatib. Dan kami pun menyusun perubahan Pergub tentang hak keuangan dan administratif anggota. Keduanya sudah dikirim ke Kemendagri dan kita sedang menunggu hasil fasilitasi Kemendagri terkait hal tersebut,” katanya.
“Jika hasil fasilitasi diizinkan oleh Kemendagri, maka kegiatan Sosialisasi Rancangan Qanun untuk tahun ini dapat dilaksanakan yaitu berjumlah tiga kali, biayanya juga masih sama,” tambah Khudri.
Hal senada disampaikan Sekwan Suhaimi yang mengakui adanya sedikit ketegangan dalam fasilitasi Sosialisasi Rancangan Pergub dan Rancangan Qanun tersebut. Dalam pertemuan itu Sekwan mengakui bahwa Kemendagri tidak sependapat dengan agenda sosialisasi yang telah ditetapkan DPR Aceh.
“Walaupun kami sudah mengajukan cases di beberapa provinsi lain,” ungkap Sekwan.
Sementara Kabag Biro Hukum Pemerintah Aceh Muhammad Junardi yang turut hadir dalam diskusi di Komisi I DPR Aceh kemarin juga membenarkan kondisi terakhir dalam fasilitasi dengan Kemendagri tersebut. Dia bahkan turut mengutip beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh terkait sosialisasi qanun.
“Jadi mereka memakai Pasal 35 Perpres Nomor 11/2006. Pada intinya jawaban mereka, pada prinsipnya baik Pemerintah Aceh atau DPRA dapat melakukan sosialisasi peraturan perundangan, namanya Qanun, dan di Pemerintah Aceh berarti melalui SKPA terkait dan di DPR Aceh melalui Setwan,” ungkap Muhammad Junardi.
Terkait hal ini, Irawan Abdullah yang juga ikut dalam pertemuan dengan pihak Kemendagri, menyarankan agar Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) untuk tahun 2022 dapat dilakukan sesuai hasil fasilitasi dengan Kemendagri. Sementara dari segi biaya kegiatan, menurutnya, dapat dialihkan dari dana Sosper menjadi Sosialisasi Rancangan Qanun. “Apalagi waktu juga sudah sangat kepepet,” kata Irawan.
Hal senada disampaikan anggota Komisi I, Taufik. Dia menyarankan agar Sosialisasi Peraturan Daerah tersebut dapat saja dilaksanakan asal sesuai aturan hukum.
Sementara Wakil Ketua Komisi I, Yahdi Hasan, menyebutkan tidak begitu mempermasalahkan hal tersebut. Dia menyimpulkan bahwa kegiatan Sosialsasi Rancangan Qanun dapat dilaksanakan meski dilaksanakan oleh Sekretariat Dewan (Setwan). “Secara teknisnya pak Sekwan dapat menyampaikan ke pimpinan DPR Aceh,” kata Yahdi Hasan.
Apalagi menurutnya jika Setwan yang melaksanakan tidak perlu lagi konsultasi dengan Mendagri. Terlebih hal itu telah diatur dalam aturan hukum yang berlaku di Republik Indonesia.
Kesimpulan serupa juga disampaikan anggota Komisi I DPR Aceh, Nora Idah Nita. Namun, dia menyarankan agar mekanisme pengelolaan agenda Sosialisasi Rancangan Qanun tersebut disesuaikan agar tidak membingungkan ketika di lapangan. “Audiensnya juga harus dipilih agar benar-benar tokoh masyarakat yang dapat menyampaikan lagi ke masyarakat lainnya,” katanya.
ADVERTORIAL/PARLEMENTARIA