Mediasatunews.com | Aceh Barat – Situasi sempat memanas di lokasi tambang emas milik PT Megalanic Garuda Kencana (PT MGK) di Desa Gleng Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat. Seorang pekerja perusahaan dilaporkan mengalami luka akibat lemparan batu saat ratusan warga mendatangi area tambang untuk menyuarakan penolakan terhadap aktivitas pertambangan emas di kawasan tersebut.
Insiden terjadi saat tim panitia khusus atau pansus DPRK Aceh Barat meninjau langsung ke lokasi tambang. Kedatangan tim pansus disambut ratusan warga yang mendukung DPRK agar segera menghentikan dan mencabut izin operasional perusahaan tambang emas tersebut.
Direktur Utama PT MGK, Teungku Miswar menyayangkan adanya tindakan anarkis yang mengakibatkan pekerjanya mengalami luka. Ia menegaskan, pihak perusahaan akan menempuh jalur hukum untuk mengusut pelaku pelemparan batu.
“Kami sangat menyayangkan kejadian ini. Seharusnya aspirasi disampaikan secara damai, bukan dengan kekerasan. Kami akan membawa persoalan ini ke ranah hukum,” ujar Teungku Miswar, Senin (6/10/2025).
Menurutnya, PT MGK selama ini telah menjalankan aktivitas pertambangan sesuai dengan peraturan dan perizinan resmi yang dikeluarkan pemerintah. Ia juga mengimbau semua pihak untuk menjaga suasana tetap kondusif dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu.
“Kita memang sejak awal sudah menduga hal tersebut akan terjadi, hal itu sangat berlebihan dan memalukan terhadap keberlangsungan investasi di Aceh Barat. Yang kita sayangkan adalah hanya sebagian kecil warga sekitar yang terlibat, dan umumnya orang diluar IUP PT MGK,” Cetusnya.
Ditambahkan, pekerja yang terkena lemparan batu mengalami luka di bagian kaki dan sudah dibawa ke rumah sakit, tindakan pelemparan tersebut akan sangat merugikan bagi warga Woyla dan Aceh Barat, sehingga akan merusak iklim investasi di Aceh Barat.
“Mungkin mereka berpikir itu kebaikan bagi Woyla, justru itu sebuah keburukan dan coretan negatif untuk warga Woyla. Dan saya bukan orang woyla, tapi saya sangat berpikir untuk kepentingan orang Woyla untuk lebih maju,” Ucapnya.
Miswar juga mengaku, ia juga dihubungi oleh warga sekitar, bahwa mereka tidak mendukung dan kecewa dengan aksi masyarakat tersebut yang mengatasnamakan warga setempat. Miswar menduga hal tersebut sudah direncanakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Sementara itu, Koordinator Aliansi Masyarakat Penyelamat Krueng Woyla atau AMPKW, Dwie Abdullah membantah pihaknya terlibat dalam aksi pelemparan batu tersebut. Ia menjelaskan, kehadiran mereka di lokasi tambang atas permintaan tim pansus DPRK untuk melihat langsung kondisi di lapangan.
“Kami tidak melakukan aksi anarkis. Kami hanya datang untuk menyaksikan kondisi tambang sesuai permintaan tim pansus. Namun kami tetap menegaskan bahwa seluruh aktivitas tambang emas di Sungai Woyla harus segera dihentikan, baik yang dilakukan PT MGK, PT KPPA, maupun tambang ilegal,” tegas Dwie
Menurutnya masyarakat ini sulit kita bendung karena kenapa? karena masyarakat dirugikan, tanahnya, dan kebun sawit nya rusak tergerus sungai, “ini kan masyarakat mengalami kerugian sehingga kita sulit untuk membendung masyarakat dan kami pun tidak pernah menginisiasi ataupun mengajak masyarakat untuk melakukan tindakan tindakan yang anarkis,” Jelasnya.
Ada dua perusahaan yang sedang beraktivitas di Sibak Krueng Woyla, PT MGK dan PT KPPA. Kami tidak menuntut Legal dan ilegal, jika ini bisa merusak lingkungan Krueng Woyla, kami minta segera dihentikan.
Ketua Tim Pansus DPRK Aceh Barat, Ramli SE, mengatakan pihaknya akan segera menyusun rekomendasi resmi kepada Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Aceh agar mencabut izin kedua perusahaan, yakni PT MGK dan PT Koperasi Putra Putri Aceh (PT KPPA), karena dinilai telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
“Berdasarkan hasil peninjauan di lapangan dan mendengar langsung aspirasi warga, kami akan merekomendasikan agar izin dua perusahaan tambang emas ini segera dicabut,” ungkap Ramli.
Hingga kini, situasi di lokasi tambang dilaporkan mulai kondusif. Polemik tambang emas di Aceh Barat terus berlanjut, seiring perbedaan pandangan antara masyarakat, DPRK, dan perusahaan terkait masa depan aktivitas pertambangan di kawasan Sungai Mas dan sekitarnya.






