Mediasatu.id – Semua orang yang berpikir untuk menikah pasti mendambakan ikatan yang bahagia dan langgeng hingga maut memisahkan.
Tidak ada orang pun di dunia ini yang ingin pernikahan menjadi berantakan dan tidak bahagia.
Apalagi, jika dampak dari kondisi itu tak ubahnya seperti membunuh diri secara perlahan.
Memangnya bisa begitu? Jawabannya, bisa.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan asal Israel, Shahar Lev-Ari, pernikahan yang tidak bahagia dapat meningkatkan risiko stroke atau pun kematian dini.
Menurut Lev-Ari, peningkatan risiko itu sama seperti risiko yang dialami oleh seorang perokok atau mereka yang tidak menjalani gaya hidup sehat.
Pria Israel yang menyatakan ketidakpuasan dengan pernikahannya, diperkirakan 94 persen lebih mungkin menderita stroke selama tiga dekade masa tindak lanjut, dan 21 persen lebih mungkin meninggal karena sebab lainnya.
Menurut para peneliti, jumlah itu lebih besar dibanding risiko kematian pada pria perokok, dan para pria dengan gaya hidup buruk.
Disebutkan, masing-masing kelompok pria dari kedua gaya hidup tersebut “hanya” 37 persen dan 21 persen lebih mungkin mati karena berbagai sebab.
“Menilai kepuasan perkawinan dan manfaat kesehatan dari program pendidikan perkawinan untuk pasangan muda harus dilaksanakan.”
“Hal ini penting sebagai bagian dari strategi promosi kesehatan untuk masyarakat umum,” kata Lev-Ari yang adalah Kepala Promosi Kesehatan di Tel Aviv University School of Public Health ini.
Lantas, apa hubungan antara kedua hal tersebut? Menurut para ahli, pria yang tidak bahagia dalam pernikahan lebih berpotensi menderita masalah kehidupan, seperti depresi, kecemasan, dan stres.
Nah, semua kondisi tersebut pada gilirannya dapat meningkatkan risiko stroke. Apalagi, biasanya para pria mengatasi perasaan stres dengan gaya hidup yang tidak sehat, seperti meminum minuman keras, merokok, memakan makanan tidak sehat, atau bahkan menggunakan obat terlarang.
“Ketika kita merasa hubungan interpersonal kita baik, kita merasa bahagia dan terlibat dalam perilaku yang sehat,” ujar Brittany LeMonda, Neuropsikolog senior di Lenox Hill Hospital di New York, AS.
“Sebaliknya, ketika kita merasa tidak nyaman dengan orang-orang di sekitar kita, kita cenderung terlibat dalam perilaku yang kurang ideal, serta menderita gangguan kecemasan dan gangguan tidur,” tambah dia.
Dalam penelitian ini, Lev-Ari dan rekan-rekannya merekrut hampir 9.000 pegawai negeri sipil Israel dan pekerja kota yang akan dinilai pola kesahatan dan perilakunya secara ekstensif.
Lalu, tim peneliti melacak kesehatan pria-pria tersebut selama 32 tahun. Ya, -tidak main-main, selama 32 tahun.
“Hasilnya, sama dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa sebuah hubungan pernikahan yang tidak bahagia dapat membawa kerugian pada umur suami dan istri,” kata Lev-Ari.
Lev-Ari mengungkapkan, sebuah penelitian dalam jurnal Psychological Science pada 2019 silam menemukan, bahagia bersama pasangan dapat menurunkan risiko kematian sebesar 13 persen atau lebih selama delapan tahun masa tindak lanjut.
“Studi menunjukkan, mendidik dan melatih pasangan muda tentang teknik psikologi positif, keterampilan komunikasi, dan strategi mengasuh anak mungkin bermanfaat.”
“Keterampilan itu berguna untuk mengembangkan ketahanan keluarga dan meningkatkan kepuasan pernikahan,” kata Lev-Ari lagi.
“Teknik-teknik ini mungkin berguna diimplementasikan sebagai bagian dari strategi promosi kesehatan yang dirancang untuk masyarakat umum,” tambah dia.
LeMonda yang meski tak berperan dalam penelitian ini juga memberi pendapat, orang tua umumnya dikaitkan dengan umur panjang.
“Ada kemungkinan bahwa mereka yang berada dalam pernikahan yang tidak sehat cenderung tidak memiliki anak.”
“Atau, mereka mungkin berada dalam situasi yang membuat tingkat stres mereka lebih tinggi dibandingkan stres karena anak,” kata dia.
“Penelitian ini menyoroti pentingnya hubungan yang sehat dan kebutuhan kita akan dukungan sosial yang kuat dan perasaan terhubung dengan orang yang kita cintai,” ungkap LeMonda.
Penelitian baru ini juga telah diterbitkan di Journal of Clinical Medicine.