Mediasatunews.com | Aceh Barat – Perbedaan pandangan muncul di tengah masyarakat Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat, terkait keberadaan aktivitas pertambangan emas di kawasan aliran Sibak Krueng Woyla.
Aksi Masyarakat tersebut terjadi pada hari yang sama di lokasi yang berbeda, yakni di desa tutut dan di desa Gleng kecamatan Sungai Mas.
Dua kelompok masyarakat di wilayah itu kini bersikap berbeda, satu pihak menolak keras seluruh bentuk aktivitas tambang, sementara pihak lainnya justru berharap pemerintah kembali mengizinkan tambang rakyat untuk beroperasi sebagai sumber mata pencaharian.
Warnina salah satu warga mengaku bahwa aktivitas tambang rakyat telah menjadi tumpuan ekonomi banyak keluarga di wilayah Sungai Mas. Ia mengatakan, sejak aktivitas tambang dihentikan, banyak warga kehilangan mata pencaharian dan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Kami tidak menolak aturan, tapi kami berharap ada kebijakan pemerintah yang bisa membantu masyarakat kecil. Kalau tambang rakyat ini benar-benar ditutup, bagaimana kami mau hidup? Banyak keluarga bergantung pada hasil tambang,” ungkap Warnina. Disampaikan kepada Ketua tim pansus Ramli SE dan Rombongan, yang singgah beristirahat di rumah salah satu tokoh sungai Mas, Teungku yani, sebelum bertolak ke PT KPPA.
Warnina juga menegaskan bahwa masyarakat tidak berniat merusak lingkungan. Ia berharap pemerintah dapat menata kembali sistem pertambangan rakyat dengan pengawasan yang ketat agar tetap ramah lingkungan dan sesuai ketentuan hukum.
“Kalau ada aturan yang jelas dan tambang rakyat diatur supaya tidak merusak alam, tentu kami akan patuh. Kami hanya ingin bisa bekerja dan menafkahi keluarga,” tambahnya.
Ramli SE menanggapi aspirasi Masyarakat sekitar. Terkait tambang emas rakyat harus diperjuangkan untuk mensejahterakan masyarakat.
“Kita akan layangkan surat ke Gubernur. Kenapa PT KPPA dan PT Megalanic, kenapa bisa bekerja, dan kenapa kita tidak. Ini kan tempat kelahiran kita. Kalau punya masyarakat ditutup kenapa yang punya izin masih abal abal harus tutup juga,” Sebut Ramli
Kemudian Para rombongan tim pansus DPRK yang juga dihadiri oleh Dinas ESDM Aceh dan Balai Wilayah Sungai Sumatera I. Langsung menuju ke lokasi tambang emas PT MGK di Desa Gleng, kecamatan Sungai Mas.
Namun, berbeda dengan pandangan tersebut, ratusan masyarakat lainnya justru menolak keras kehadiran tambang emas, mereka berharap agar pemerintah Aceh segera menutup segala aktivitas tambang emas di Aceh Barat.
Koordinator Aliansi Masyarakat Penyelamat Krueng Woyla atau AMPKW, Dwie Abdullah menegaskan bahwa aktivitas tambang emas telah menyebabkan pencemaran sungai dan mengancam kehidupan masyarakat yang bergantung pada air bersih.
“Kami menolak keras segala bentuk pertambangan emas, dari Kecamatan Sungai Mas hingga ke Kecamatan Woyla. Dampaknya sangat besar bagi lingkungan. Sungai menjadi keruh, bantaran sungai rusak dan air keruh sudah tidak bisa lagi digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar Dwie Abdullah.
Ia menambahkan, masyarakat sudah mulai merasakan akibat dari kerusakan alam tersebut, terutama di wilayah hilir sungai yang kini sering mengalami pendangkalan dan menurunnya kualitas air. Menurutnya, upaya penyelamatan lingkungan harus menjadi prioritas utama pemerintah daerah, bukan justru membuka ruang baru bagi aktivitas pertambangan yang bisa memperparah kerusakan.
“Kami tidak pernah menginisiasi kegiatan demi hari ini, kami diajak oleh tim Pansus DPRK Aceh Barat, untuk meninjau lokasi tambang PT MGK, bukan melakukan aksi, kami hanya menuntut hasil RDP dengan DPRK yang merekomendasikan penghentian dan penutupan segala aktivitas pertambangan di Krueng Woyla, itu sudah jelas,” Tegasnya.
Menurut Dwie, di wilayah Krueng Woyla ada dua perusahaan PT KPPA dan PT MGK, Kami tuntut baik Legal dan Ilegal, jika hal ini bisa merusak lingkungan, kami minta segera dihentikan,” Cetusnya.
“Kami mendesak Bupati dan Gubernur untuk segera hentikan segala aktivitas tambang emas di wilayah Sibak Krueng Woyla, atas rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPRK,” Harapnya.
Perbedaan sikap antara dua kelompok masyarakat tersebut kini menjadi perhatian serius di tingkat daerah. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dihadapkan pada dilema antara menjaga keseimbangan lingkungan dan memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat.
Aktivitas pertambangan emas, baik yang dilakukan secara tradisional maupun menggunakan alat berat, selama ini memang menjadi isu sensitif di wilayah Aceh Barat, khususnya di Kecamatan Sungai Mas, Pante Ceureumen dan Woyla.
Selain berdampak pada lingkungan, kegiatan tambang juga kerap dikaitkan dengan konflik sosial antarwarga dan persoalan hukum terkait izin usaha.
Dengan beragam pandangan yang muncul, perdebatan mengenai masa depan tambang emas di Aceh Barat diperkirakan akan terus berlanjut. Masyarakat berharap pemerintah dapat mengambil langkah yang bijak dan adil, dengan mengutamakan keberlanjutan lingkungan sekaligus menjamin kesejahteraan warga di daerah tersebut.






