Kejati Aceh Tetapkan Kasus Pengsertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin Ke Tahap Penyidikan

Kejati Aceh Dr Drs Muhammad Yusuf SH MH (Foto : Ist)

Banda Aceh – Tim Penyelidik bidang Intelijen Kejati Aceh meningkatkan kasus dugaan penyimpangan pada kegiatan pengsertifikatan tanah milik masyarakat miskin Aceh pada tahun 2019 oleh Dinas Pertanahan Aceh ke tahap penyidikan. Selasa 3 Agustus 2021.

Diketahui, pengsertifikatan tanah ini dalam rangka mendukung Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Reforma Agraria serta Pensertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin Aceh.

Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Pertanahan Aceh Tahun Anggaran 2019 Pensertifikatan tanah ini menelan anggaran sejumlah Rp. 2.918.613.500,00, (Dua Milyar Sembilan Ratus Delapan Belas Juta Enam Ratus Tiga Belas Ribu Lima Ratus Rupiah).

Kegiatan yang dilakukan berupa Peningkatan Pengsertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin, dengan Lokasi Kegiatan yaitu Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Lhokseumawe, Pidie, dan Pidie Jaya, dan Target sebanyak 2200 Sertifikat Milik Masyarakat Miskin dan 200 Sertifikat Aset Milik Pemerintah.

“Targetnya sebanyak 2200 Sertifikat Milik Masyarakat Miskin dan 200 Sertifikat Aset Milik Pemerintah,”kata Kajati Aceh Dr Drs Muhammad Yusuf SH MH dalam konferensi pers di Aula Kejati Aceh.

Berdasarkan rilis yang dikirim oleh Kasi Penkum Kejati Aceh H. Munawal Hadi., SH., MH disebutkan, walaupun sudah terdapat pedoman dalam kegiatan tersebut pada kenyataannya tidak dilakukan sebagaimana petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta tahapan kegiatan.

“Dalam pelaksanaan Kegiatan Pengsertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin pada tanggal 20 Juli 2019 ditetapkan/dikeluarkannya Peraturan Gubernur Aceh Nomor 73 Tahun 2019 tentang Pensertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin di Aceh sebagai pedoman dalam pelaksanaannya, selanjutnya terhadap DPA tersebut telah terjadi perubahan anggaran menjadi Rp. 2.778.445.500,- dengan pengurangan target yaitu 1553 Sertifikat Milik Masyarakat Miskin,” papar H. Munawal dalam rilis yang diterima mediasatu.id.

 Kemudian kata Munawal, personil dan staf pada Dinas Pertanahan Aceh melalui Surat Tugas Melakukan Perjalanan Dinas ke Aceh Barat, Aceh Singkil, Nagan Raya dan Aceh Selatan. Padahal lokasi ini diluar dari lokasi kegiatan yang telah ditetapkan DPA.

”Kegiatan dilaksanakan tanpa dibentuk Tim Pensertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin (PTM3), Kelompok Kerja Persiapan, dan Tim Verifikasi, namun hanya dilakukan oleh personil dan staf pada Dinas Pertanahan Aceh,” katanya.

Kasi Penkum Kejati Aceh (Foto : Infoaceh.net)

Akibatnya, lanjut Munawal, target Pengsertifikatan 1.553 Sertifikat Milik Masyarakat Miskin hanya terealisasi 1.113 Sertifikat. Dan ini tidak mencapai target DPA Perubahan.

“Selanjutnya realisasi terhadap kegiatan yang dilakukan tersebut hanya menghasilkan 1.113 Sertifikat Milik Masyarakat Miskin sehingga tidak mencapai target DPA Perubahan sebanyak 1.553 Sertifikat Milik Masyarakat Miskin,”sebutnya.

Kemudian dalam dalam pelaksanaan kegiatan Pengsertifikatan Aset Milik Pemerintah tidak dikeluarkan pedoman dalam pelaksanaannya, yang dilakukan hanya dengan perjalanan dinas yang tujuannya ke 5 (lima) daerah Kabupaten/Kota yang tidak sesuai dengan lokasi kegiatan sebagaimana yang telah ditetapkan DPA yaitu : Kota Sabang, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat dan Kabupaten Bireuen.

“DPA tersebut terjadi Perubahan anggaran dengan pengurangan target yaitu 21 Sertifikat Aset Milik Pemerintah,”sebut Munawal lagi.

 Kemudian tambah Munawal, terhadap perubahan tujuan daerah lokasi kegiatan yang tidak sesuai dengan DPA tersebut realisasi terhadap kegiatan yang dilakukan tersebut hanya menghasilkan 5 Sertifikat Aset Milik Pemerintah sehingga tidak mencapai target DPA Perubahan.

Tidak hanya masalah tidak tercapainya target Pensertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin, Kejati Aceh juga menemukan penyimpangan berupa nama masyarakat miskin penerima manfaat tidak tercantum dalam Basis Data Terpadu (BDT).

Hal ini berdasarkan hasil survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TKP2K) Aceh.

Dalam prosesnya hal ini bertentangan dengan UU RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kemudian, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

Hal lain yang dilanggar adalah Peraturan Gubernur Aceh Nomor 3 Tahun 2016 tentang Perjalanan Dinas. Peraturan Gubernur Aceh Nomor 76 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Aceh Nomor 120 Tahun 2018 tentang Standar Biaya Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018 dan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 73 tahun 2019 tentang Pensertifikatan Tanah Milik Masyarakat Miskin di Aceh.

Atas pelanggaran ini, untuk sementara penyidik Kejati Aceh mengendus indikasi kerugian keuangan Negara / Daerah lebih kurang Rp. 1.751.052.030 terhadap realisasi tiga item pekerjaan yang telah disebutkan diatas.